Pernahkan anda membayangkan orang mengkonsumsi ikan mentah ?. Jepang, mungkin kata itu yang akan terlintas dibenak anda. Tapi sebenarnya tidak usah sejauh itu sebab di Indonesia pun ada satu daerah tepatnya di Palopo Sulsel jenis makanan ini sudah menjadi makanan yang sangat digemari masyarakat setempat dan sudah merupakan makanan turun temurun artinya sudah sangat lama dikonsumsi. Bahan makanan ini memang ikan mentah yang masih segar biasanya diambil dari jenis ikan teri, sarden, kembung yang kecil (nama setempat ; ikan carede) bahkan bisa juga ikan tongkol (cakalang). Bahan ini dibersihkan dan dibuang tulangnya kemudian dicuci bersih dan dicampur asam (cuka) yang sudah diberi cabe dan garam selanjutnya diberi perasan jeruk limau. Biasanya dimakan bersamaan dengan "dange"- salah satu makanan khas setempat yang terbuat dari sagu.
Sabtu, 02 Maret 2013
Rabu, 27 Februari 2013
Jeruk Busuk Rasa Manis
Oleh Bayu Gawtama
Suatu hari, ketika saya sedang menjenguk salah satu saudara
yang tengah dirawat di rumah sakit, terdengar suara makian keras dari
pasien sebelah, "Bawa jeruk kok busuk, mau ngeracunin saya? Biar saya
cepat mati?"
Suara marah itu berasal dari lelaki tua yang kedatangan
salah satu keluarganya dengan membawa jeruk. Boleh jadi
benar, bahwa beberapa jeruk dalam jinjingan itu busuk atau masam. Meski tidak
semua jeruk yang dibawanya itu busuk dan sangat kebetulan yang terambil pertama
oleh si pasien yang busuk. Dan tanpa bertanya lagi, marahlah ia kepada si
pembawa jeruk.
Sebenarnya, boleh dibilang wajar jika seorang pasien marah
lantaran kondisinya labil dan kesehatannya terganggu. Ketika ia marah karena
jeruk yang dibawa salah satu keluarganya itu busuk, mungkin itu hanya pemicu
dari segunung emosi yang terpendam selama berhari-hari di rumah sakit. Penat,
bosan, jenuh, mual, pusing, panas, dan berbagai perasaan yang menderanya selama
berhari-hari, belum lagi ditambah dengan bisingnya rumah sakit, perawat yang
kadang tak ramah, keluarga yang mulai uring-uringan karena kepala keluarganya
sekian hari tak bekerja, semuanya membuat dadanya bergemuruh. Lalu datanglah
salah satu saudaranya dengan setangkai ketulusan berjinjing jeruk. Namun karena
jeruk yang dibawanya itu tak bagus, marahlah ia.
Wajar. Sekali lagi wajar. Tetapi tidak dengan peristiwa lain
yang hampir mirip terjadi di acara keluarga besar belum lama ini. Seorang
keluarga yang tengah diberi ujian Allah menjalani kehidupannya dalam ekonomi
menengah ke bawah, berupaya untuk tetap berpartisipasi dalam acara keluarga
besar tersebut. Tiba-tiba, "Kalau nggak mampu beli jeruk yang bagus,
mending nggak usah beli. Jeruk asam gini siapa yang mau makan?" suara itu
terdengar di tengah-tengah keluarga dan membuat malu keluarga yang baru datang
itu.
Pupuslah senyum keluarga itu, rusaklah acara kangen-kangenan
keluarga oleh kalimat tersebut. Si empunya suara mungkin hanya melihat dari
jeruk masam itu, tapi ia tak mampu melihat apa yang sudah dilakukan satu
keluarga itu untuk bisa membawa sekantong jeruk yang boleh jadi harganya tak
seberapa.
Harga sekantong jeruk mungkin tak lebih dari sepuluh ribu
rupiah. Tapi tahukah seberapa besar pengorbanan yang dilakukan satu keluarga
itu untuk membelinya? Rumahnya sangat jauh dari rumah tempat acara keluarga,
dan sedikitnya tiga kali tukar angkutan umum. Sepuluh ribu itu seharusnya bisa
untuk makan satu hari satu keluarga. Boleh jadi mereka akan menggadaikan satu
hari mereka tanpa lauk pauk di rumah. Atau jangan-jangan pagi hari sebelum
berangkat, tak satu pun dari anggota keluarga itu sempat menyantap sarapan
karena uangnya dipakai untuk membeli jeruk. Yang lebih parah, mungkin juga
mereka rela berjalan kaki dari jarak yang sangat jauh dan memilih tak menumpang
satu dari tiga angkutan umum yang seharusnya. "Ongkos bisnya kita belikan
jeruk saja ya, buat bawaan. Nggak enak kalau nggak bawa apa-apa," kata si
Ayah kepada keluarganya.
Kalimat sang Ayah itu, hanya bisa dijawab dengan tegukan
ludah kering si kecil yang sudah tak sanggup menahan lelah dan panas berjalan
beberapa ratus meter. Tak tega, Ayah yang bijak itu pun menggendong gadis kecil
yang hampir pingsan itu. Ia tetap memaksakan hati untuk tega demi bisa membeli
harga diri di depan keluarga besarnya walau hanya dengan sekantong jeruk.
Menahan tangisnya saat mendengar lenguhan nafas seluruh anggota keluarganya
sambil berkali-kali membungkuk, jongkok, atau bahkan singgah sesaat untuk
mengumpulkan tenaga. Itu dilakukannya demi mendapatkan sambutan hangat keluarga
besar karena menjinjing sesuatu.
Setibanya di tempat acara, sebuah rumah besar milik salah
satu keluarga jauh yang sukses, menebar senyum di depan seluruh keluarga yang
sudah hadir sambil bangga bisa membawa sejinjing jeruk, lupa sudah lelah satu
setengah jam berjalan kaki, tak ingat lagi terik yang memanggang tenggorokan,
bertukar dengan sejumput rindu berjumpa keluarga. Namun, terasa sakit telinga,
layaknya dibakar dua matahari siang. Lebih panas dari sengatan yang belum lama
memanggang kulit, ketika kalimat itu terdengar, "Jeruk asam begini kok
dibawa..."
Duh. Jika semua tahu pengorbanan yang dilakukan satu
keluarga itu untuk bisa menjinjing sekantong jeruk tadi, pastilah semua jeruk
asam itu akan terasa manis. Jauh lebih manis dari buah apa pun yang dibawa
keluarga lain yang tak punya masalah keuangan. Yang bisa datang dengan
kendaraan pribadi atau naik taksi dengan ongkos yang cukup untuk membeli
seperti jeruk manis dan segar.
Mampukah kita melihat sedalam itu? Sungguh, manisnya akan
terasa lebih lama, meski jeruknya sudah dimakan berhari-hari yang lalu.
Bayu Gawtama
Selasa, 19 Februari 2013
Memaknai Lebih
Pernahkah anda bertatapan mata dengan seseorang?, fikirkan apa yang anda rasakan dan alami..kalau yang anda bertatapan dengan seseorang yang matanya normal mungkin anda tidak akan mengalami kesulitan untuk membaca makna dan arah tatapannya, tetapi bayangkan jika anda bertatapan dengan seseorang yang (maaf) mempunyai sepasang mata yang tidak normal...betapa sulitnya kita memahaminya.
Papan Catur Lipat 8 anti air
Kami telah memperbarui papan catur produk kami dengan membuat bahannya dari material yang tahan air sehingga lebih awet dan tahan lama. Harganyapun sangat terjangkau. Untuk papan catur yang lipat 8 kami juga memperbarui desain covernya dengan desain yang lebih hidup dan menarik.
Untuk papan Catur Lipat 8 kami menjualnya dengan harga Rp. 45.000.-saja.
Untuk papan Catur Lipat 8 kami menjualnya dengan harga Rp. 45.000.-saja.
Langganan:
Postingan (Atom)